- TINGKAT KESEHATAN BANK6.1 Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang
dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain,
bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara
kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat
membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh
pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama
kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut
diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat
serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk
dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal
yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan
baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan
keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya,
serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya
setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi
berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada
dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip
kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian
tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis
besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality,
Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan penerapan risk
based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan
penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem
penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market
risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang
diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima
faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi
suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu
faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan
yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut
akan mengalami kesulitan.
Sebagai
contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank
tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik,
kualitas aktiva produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut
tidak segera dapat diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan
menjadi tidak sehat. Pada waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia
sebetulnya tidak semua bank dalam kondisi tidak sehat, tetapi karena
terjadi rush dan mengalami kesulitan likuiditas, maka sejumlah bank
yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun
secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank,
tetapi bobot masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing
jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam
penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan BPR. Bobot
masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan sebagai
berikut :
Tabel
Bobot CAMEL
No. |
Faktor
CAMEL |
Bobot |
|
Bank
Umum |
BPR |
||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Permodalan
Kualitas
Aktiva Produktif
Kualitas
Manajemen
Rentabilitas
Likuiditas
|
25%
30%
25%
10%
10%
|
30%
30%
20%
10%
10%
|
Perbedaan
penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot
masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya
dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam
uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian
bank umum dan BPR.
Dalam
melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya
dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan
tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas
aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada
tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan
melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing-masing factor
tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot
sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya,
penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang
dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian
atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai
kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya
dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan
kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas,
selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan
aspek-aspek lain yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap
perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh
suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank,
yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut
ini penjelasan metode CAMEL :
1.
Capital
Kekurangan
modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara
berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal,
yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua
adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank
harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah
maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus
bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah
ditanamkan.
Berapa
modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan
bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun
bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri
jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian
kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya,
tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut
sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan
perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut
risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
2.
Assets Quality
Dalam
kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit
dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber
pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut
sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah
penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam
bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan,
penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi
pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu
bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank
karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis
kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya.
Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan
menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang
cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat
saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait
dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian
asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.
Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan
perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1)
Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif
(KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian
rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
- Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)
Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif
yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian
rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap
kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
3.
Management
Manajemen
atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu
bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah
bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat
kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara
kesehatannya.
Penilaian
faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum
dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap
bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan
mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen
risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam
sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur,
sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara
itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang
berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit,
risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.
4.
Earning
Salah
satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah
kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa
apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka
tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya.
Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan
sehat.
Penilaian
didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat
kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur
ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
Penilaian
rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau
negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai
dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
2)
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2).
Rumusnya adalah :
Penilaian
earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100%
atau lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08%
nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
5.
Liquidity
Penilaian
terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio,
yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio
Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban
Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan
kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima
adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan
Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari
tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan
Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan,
dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu
lebih dari tiga bulan.
Liquidity
yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank
didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
1)
Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar.
Rumusnya adalah :
Penilaian
likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100%
atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar
1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)
Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya
adalah :
Penilaian
likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau
lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari
rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar